Mahad Aly - Pelawak yang juga berprofesi menjadi pendakwah, H. Memed Mini menceritakan pengalamannya saat menjadi santri Abah Noer di Pesantren Asshiddiqiyah dan tentang betapa besarnya keberkahan ilmu dari seorang guru.Bagaimanapun guru adalah tetap guru, tidak ada yang bisa menghilangkan jasa dan sumbangsihnya dalam menghantarkan seseorang mencapai ilmu.

Sejumlah santri mengikuti kajian kitab kuning di Pondok Pesantren Darussalam, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat ilustrasi. Belajar ilmu harus senantiasa disertai dengan tawadhu dan patuh guru agar berkah JAKARTA— Seorang murid selayaknya mempererat hubungan dengan gurunya. Kendatipun bertempat tinggal jauh dari guru maka hendaknya seorang murid tetap berupaya untuk menjaga hubungannya agar tetap kuat. Sebab dengan cara seperti itulah ilmu yang telah didapat dari guru akan menjadi berkah. Lalu bagaimana memiliki ketersambungan hati dengan guru agar ilmu yang diperoleh menjadi berkah? Pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah, KH Yahya Zainul Ma'arif atau akrab disapa Buya Yahya mengatakan semakin seseorang cinta dan memiliki tata krama kepada guru maka itu adalah yang mengundang keberkahan ilmu. Oleh karena itu Buya Yahya mengingatkan agar tidak merasa cerdas di depan guru dan berupaya menguji guru dengan mengandalkan kecerdasannya. Buya Yahya mencontohkan ada orang yang sulit memahami ilmu meski telah belajar berulang kali tetapi karena memiliki tata krama kepada gurunya hingga akhirnya Allah SWT memberikan keteguhan dalam hatinya yang membuat orang tersebut mampu mengamalkan setiap ilmu yang telah diajarkan gurunya. "Maka benar ternyata ikatan dengan guru ketersambungan hati dengan guru agar ilmu yang diperoleh menjadi berkah yaitu tawadhu dengan guru, cinta dengan guru dan khidmat kepada guru," kata Buya Yahya saat program tanya jawab dalam kajian rutin yang juga disiarkan melalui kanal resmi YouTube Al Bahjah TV beberapa hari lalu. Lebih lanjut Buya Yahya mengatakan orang yang mencintai guru adalah dengan mendoakan guru setiap saat. Orang yang mendoakan guru sejatinya tengah berupaya menurunkan keberkahan bagi diri sendiri. Selain itu dalam bertata krama, seorang murid melakukannya dari hati bukan sebatas basa basi. Maka seorang murid harus memiliki akhlak yang luhur pada gurunya baik di hadapannya maupun tidak dihadapan guru. Dengan begitu keberkahan ilmu akan terjaga. Selain itu menurut Buya Yahya murid dapat menggapai keberkahan ilmu dengan berkhidmat. Baik berkhidmat dengan tenaga maupun harta dalam rangka membantu program dakwah guru. BACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini Merdeka.com - Keterbatasan fisik sering kali membuat banyak orang tidak percaya diri. Merasa tidak bisa maksimal melakukan banyak hal. Seperti manusia normal pada umumnya. Tetapi tidak dengan Ajini Bin Senen Bin Hasan. Jemaah dari Bangka Barat, Desa Pelangas, itu teguh pada niatnya berhaji. Keterbatasan tak membuatnya lemah diri. Dia syukuri panggilan Allah SWT menginjakkan kaki Melihat pelajar hari ini entah itu siswa, mahasiswa, ataupun santri rasanya berbeda dengan pelajar zaman dulu. Pelajar dulu mereka sangat ta’zhim menghormati guru dan dengan berkah itulah mereka mudah mendapat ilmu. Namun melihat pelajar sekarang rasanya tidak demikian berinteraksi dengan guru seperti tidak ada sopan-sopannya gitu. Sehingga ilmu yang dipelajari sukar didapatkan dan jadilah pelajar itu “laa `ilma wa laa adab” yang artinya tidak memiliki ilmu dan adab. Kalau kata orang sunda mah “nya bangor, nya tolol”. Padahal guru merupakan sosok yang harus dihormati oleh pelajar. Ia tidak akan mendapat ilmu kecuali dengan mengagungkan guru. Bisa saja mendapat ilmu tapi keberkahan dan manfaatnya tidak ada jika tidak menghormati guru. Sebab keberkahan ilmu memiliki dua ciri yaitu ilmu yang diamalkan dan disebarkan. Setelah melihat hal yang demikian di lingkungan terdekat. Saya menelusuri lebih lanjut dan ternyata memang ada penelitian menyebutkan bahwa sejak tahun 2000 pelajar mengalami penurunan empati 40% dibanding 20-30 tahun lalu. Lantas bagaimana kita menanggapi hal ini? Apakah bersikap “ya udah lah yaa, toh udah ada kepastiannya dari nabi Muhammad ï·ș bahwa generasi ke generasi itu akan mengalami penurunan kualitas”?. Namun saya pernah mendengar penjelasan guru saya Kyai Jajang Saepul Abidin, kurang lebihnya kita diberi keterangan semacam itu justru supaya kita tidak termasuk di dalamnya. Well. Supaya kita tidak termasuk generasi yang tidak beradab, kita cari dulu akar masalahnya, dimulai dengan pertanyaan “mengapa para pelajar sekarang tidak beradab?” Mungkin bisa banyak faktor, salah satunya bisa saja karena tidak diajarkan. Sehingga ia tidak tahu adab baik yang berujung munculnya generasi amoral. Sudahkah kita tahu bahwa duduk di bangku guru itu tidak boleh? atau berjalan di depan guru itu tidak sopan? atau meletakkan sesuatu di atas barang guru itu tidak diperkenankan? Baik, kalau kita bahas teknis tulisan ini akan sangat panjang pasti berujung tidak akan dibaca sama sekali. Karena sudah teu keyeng manten liatnya juga. Tulisan ini hanya sekedar pemantik agar kita bisa mempelajari lebih dalam dan lebih lanjut tentang tata krama dalam menuntut ilmu. Sedangkal pengetahuan saya setidaknya ada 3 kitab yang membahas adab dalam menuntut ilmu untuk kita pelajari, yakni Adabu al-` ālim Wa al-Muta`allim karya Hasyim Asy’ari Ta`lÄ«mu al-Muta`allim karya syaikh Az-Zarnuji At-Tibyān fÄ« adabi áž„amalati al-Qur’an karya imam An-NawāwÄ«, Kita bisa belajar ketiga kitab tersebut secara talaqi kepada guru-guru kita yang sudah paham ini sangat disarankan, atau kita bisa sekedar membaca terjemahnya terlebih dahulu. Kemudian nanti dicocokkan dengan penjelasan para guru. Misalnya kita bisa membeli buku terjemah Ta`lÄ«mu al-Muta`allim terbitan lirboyo press, atau buku Nurul Bayan terjemah dari kitab At-Tibyān yang disusun oleh Ustadz Roisudin dari Hanifa Darul Hidayah. Kemudian dapat dikaji entah itu dengan cara ngaji ngalogat ala pesantren, ikut seminar, baca buku, atau apapun itu kemasannya, intinya kita belajar. Dengan harapan kita dan generasi setelahnya menjadi generasi yang beradab sebab dengan adab inilah kita bisa menjadi manusia yang berharga. Ali Bahtiar Co-Founder Inspiring Generation Navigasi pos

KeberkahanIlmu Kamis, 4 April 2019 | 14:07 WIB Ilmu yang saat di pesantren tidak dipahami olehnya, ketika sudah dibutuhkan ternyata mampu ia sampaikan dengan jelas dan lancar. " tangguh bukan hanya dalam soal ketekunan belajar, tapi lebih dari itu - totalitas dalam mengabdikan diri kepada guru dan orang-orang yang terkait dengannya.

Oleh MUHAMMAD RAJABOLEH MUHAMMAD RAJAB Pembelajaran tahun ajaran baru telah resmi dimulai, walaupun sebagian besar masih dilakukan secara daring. Meski begitu tentu kita berharap tidak menghilangkan keberkahan ilmu yang diajarkannya. Kata berkah berasal dari bahasa Arab, barakah, yang maknanya menurut Imam al-Ghazali adalah ziyadah al-khair, yakni bertambahnya nilai kebaikan. Ilmu yang berkah memberikan nilai kemanfaatan dan kebaikan di dalamnya. Salah satu tandanya adalah ilmu tersebut diamalkan dan bermanfaat untuk dirinya dan orang lain serta mendatangkan kebaikan. Oleh karena pentingnya keberkahan ilmu tersebut, Imam al-Ghazali dalam kitab Ayyuha al- Walad memberi nasihat kepada para penuntut ilmu, “Meskipun engkau menuntut ilmu 100 tahun dan mengumpulkan menghafalkan kitab, engkau tidak akan bersiap sedia mendapatkan rahmat Allah kecuali dengan mengamalkannya. Sebagaimana firman Allah dalam Alquran.” QS al-Najm 39, al-Kahf 110, dan 107-108, al-Taubah 82, al-Furqan 70. Keberkahan ilmu harus dimulai dengan niat yang lurus dan benar. Demikian pesan Imam az-Zarnuji 1981 32 dalam kitab Ta’līm al-Mutallim Tharīq al-Ta’allum. Beliau mengatakan, selayaknya seorang penuntut ilmu meniatkannya untuk mencari keridhaan Allah SWT, mencari kehidupan akhirat, menghilangkan kebodohan dari dirinya sendiri dan orang-orang bodoh, menghidupkan agama dan melanggengkan Islam. Sebab, kelanggengan Islam itu harus dengan ilmu dan tidak sah kezuhudan dan ketakwaan yang didasari atas kebodohan. Selain niat, keberkahan ilmu ditentukan oleh sikap penuntut ilmu dan orang tuanya terhadap ilmu dan orang yang mengajarkan ilmu tersebut, yaitu guru. Az-Zarnuji mengatakan, “Ketahuilah, seorang murid tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan dapat ilmu yang bermanfaat, kecuali ia mau mengagungkan ilmu, ahli ilmu, dan menghormati keagungan guru.” Dalam tradisi keilmuan Islam, penghormatan ta’dzim terhadap ustaz/guru benar-benar telah dipraktikkan. Dan ini menjadi kunci kejayaan peradaban Islam. Hal ini bisa kita lihat dari contoh-contoh yang telah ditunjukkan oleh orang-orang mulia. Misalnya, sahabat Ali bin Abi Thalib yang oleh Rasulullah SAW disebut sebagai Bab al-Ilmi atau pintu ilmu. Beliau mengatakan, “Saya menjadi hamba sahaya orang yang telah mengajariku satu huruf. Terserah padanya, saya mau dijual, dimerdekakan, ataupun tetap menjadi hambanya.” Demikian pula dengan orang tua yang seharusnya memberikan penghormatan tinggi kepada para guru anak-anaknya. Pada masa keemasan Islam, para orang tua sangat antusias menyekolahkan anak-anak mereka kepada para guru ulama. As-Shalabi 2006 117 menyebutkan dalam kitabnya, Fatih al-Qasthinthiniyah, al-Sulthan Muhammad al-Fatih, suatu ketika, guru Sang Sultan yaitu Syekh Aq Syamsuddin masuk ke istana. Saat itu, Muhammad al-Fatih sedang bermusyawarah dengan para pembesarnya. Melihat kedatangan gurunya, al-Fatih bangun dan menyambut gurunya dengan penuh hormat. Kemudian, beliau berkata kepada perdana menteri Utsmaniyah, Mahmud Pasya, “Perasaan hormatku kepada Syekh Aq Syamsuddin sangat mendalam. Apabila orang-orang lain berada di sisiku, tangan mereka akan bergetar. Sebaliknya, apabila aku melihatnya Syekh Aq Syamsuddin, tanganku yang bergetar." RidhaGuru Sebab Keberkahan Ilmu. Salah satu ajaran dalam pesantren yang paling diutamakan adalah mencari ridha dari para guru. Karena mendapat ridha guru menjadi penyebab keberkahan dalam ilmu. Berkah sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti "karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia". – Al ilmu bi ta’allum wal barakah bil khidmah. Ilmu diperoleh dengan belajar, keberkahan ilmu diperoleh dengan khidmah. Inilah salah satu slogan para santri dan asatidz di pesantren-pesantren. Slogan ini bukan sekedar slogan. Ia memiliki makna yang berusaha diwujudkan dalam proses pendidikan di pondok pesantren. Bagian pertama tentu tidak asing di telinga umumnya anak-anak Indonesia. Mendapatkan ilmu memang harus dengan belajar. Tidak ada jalan lain misalnya dengan datang ke dukun meminta mantra-mantra tertentu untuk pintar, mandi kembang tujuh rupa, bertapa di kaki gunung, pakai contekan saat ujian, dan seterusnya. Semua itu mungkin membantu saat ujian, tetapi tidak menambah ilmu. Tidak ada cara lain mendapatkan ilmu kecuali dengan belajar. Ini bagian pertama. Namun, jarang ada yang meyakini atau berusaha mengamalkan bagian kedua. Untuk memperoleh keberkahan ilmu harus dengan khidmah. Bagian ini berisi dua kata kunci, yaitu berkah dan khidmah. Agar ilmu yang telah dipelajari berberkah, maka seorang penuntut ilmu harus berkhidmah. Apa yang dimaksud berkah? Apa pula maksud khidmah? Secara sederhana keberkahan ilmu atau ilmu yang berberkah dapat diartikan sebagai ilmu yang bermanfaat. Ilmu yang telah dipelajari dengan susah-payah memberi manfaat baik bagi diri sendiri dan orang lain. Ilmu itu membawa manusia mendekat kepada Allah, bukan malah menjauh. Jika suatu ilmu menjauhkan manusia dari Allah, itu ciri ilmu itu tidak bermanfaat, walaupun ilmu itu misalnya, membawa kekayaan dan mengantarkan pelakunya kepada puncak popularitas. Keberkahan ilmu ini kurang lebih sama dengan keberkahan harta. Harta yang berberkah adalah harta yang mendekatkan pemiliknya kepada Allah, bukan malah membuatnya semakin jauh dari Allah. Walaupun banyak, jika hanya menjadi sarana maksiat, menambah dosa, maka harta dapat disebut tidak berkah. Begitu pula ilmu. Khidmah adalah satu satu cara meraih keberkahan ilmu. Khidmah dapat diterjemahkan dengan pengabdian. Jadi seorang penuntut ilmu adalah orang yang mengabdi, baik kepada gurunya, lembaga pendidikannya, atau kepada masyarakat pada umumnya. Tujuan utama dari khidmah adalah untuk menciptakan hubungan batin yang kuat antara murid dengan guru dan mendapatkan keridhaan guru. Jika guru sudah ridha kepada murid, itu alamat sang murid akan berhasil. Keridhaan guru merupakan keberhasilan pertama murid. Khidmah ada tiga macam. Khidmah pertama adalah khidmah bi nafs, yaitu khidmah dengan fisik atau tenaga. Khidmah ini bisa dilakukan dengan hal-hal kecil seperti merapikan sandal guru agar guru mudah memakai sandalnya kembali, mencuci kendaraan guru, atau membantu pekerjaan rumah guru. Para santri di pesantren-pesantren salafiyyah dapat menjadi contoh dalam khidmah jenis ini. Ada kisah menarik pada zaman kekhalifahan Harun ar-Rasyid. Dikisahkan dua putra khalifah menuntut ilmu ke Imam Al Kisa’i, seorang Ulama pakar bahasa Arab dan Al Quran. Imam Al Kisa’i menguasai Qiraah Sab’ah. Demikian tingginya adab dan khidmah kedua putra khalifah, mereka sampai berebut memakaikan sandal gurunya, Imam Al Kisa’i. Sekali lagi, berebut memakaikan sandal! Melihat tingkah kedua muridnya itu, sang Imam terkagum-kagum. Sang Imam lantas memerintahkan masing-masing memasang satu sandal. Khidmah kedua adalah khidmah bil maal, yaitu khidmah dengan harta. Khidmah dengan harta mungkin belum dapat dilakukan oleh murid sebab belum berpenghasilan. Khidmah dengan harta ini dapat dilakukan kelak jika murid memiliki penghasilan sendiri. Berkhidmah dengan harta misalnya dengan menyumbangkan harta untuk pembangunan pesantren. Khidmah ketiga adalah khidmah bi du’a, yaitu khidmah dengan cara mendoakan guru. Ya, mendoakan guru juga bagian dari khidmah. Dalam kitab Al-Bayan fi Madzhabi al-Imam asy-Syafii karya Abi al-Husain Yahya Ibn Abi al-Khair Al-Yamani Al-Syafi disebutkan perkataan Imam Ahmad bin Hanbal, murid Imam Syafi’i. Imam Ahmad berkata, “Aku mendoakan Imam asy-Syafi’i dalam shalat selama empat puluh tahun. Aku berdoa, “Ya Allah ampunilah aku, kedua orang tuaku dan Muhammad bin Idris asy-Syafi’i”. Semoga Allah memudahkan kita berkhidmah kepada guru-guru kita. Allhumma amin. Oleh Wahyudi Husain Editor Oki Aryono *Pengajar di Pondok Pesantren At-Taqwa, Depok .
  • r8ususfr0l.pages.dev/450
  • r8ususfr0l.pages.dev/473
  • r8ususfr0l.pages.dev/710
  • r8ususfr0l.pages.dev/325
  • r8ususfr0l.pages.dev/79
  • r8ususfr0l.pages.dev/176
  • r8ususfr0l.pages.dev/286
  • r8ususfr0l.pages.dev/383
  • r8ususfr0l.pages.dev/140
  • r8ususfr0l.pages.dev/207
  • r8ususfr0l.pages.dev/498
  • r8ususfr0l.pages.dev/704
  • r8ususfr0l.pages.dev/458
  • r8ususfr0l.pages.dev/72
  • r8ususfr0l.pages.dev/85
  • keberkahan ilmu dari guru